Sang Datuk Penjaga Pantai Barat Sumatera itu Bernama Hargianto
Tentara Nasional Indonesia (TNI) Angkatan Laut (AL) memiliki semboyan ‘Jayasveva Jayamahe’. Dengan arti ‘Kejayaan Kita Ada di Laut’ telah menegaskan kekuatan pasukan laut tanah air Indonesia ini.
Sebagai seorang perwira tinggi di jajaran yang berperan menjaga kedaulatan laut republik, semboyan tersebut melekat kuat dalam pribadi seorang Komandan Pangkalan Utama Angkatan Laut (Lantamal) II Padang, Laksamana Pertama TNI Hargianto, M.M., M.Si. (Han).
“TNI Angkatan Laut, di mana pun berada, selalu siap untuk bekerja sama dengan elemen-elemen bangsa,” ujar Hargianto. Pernyataan tersebut cukup jelas untuk menggambarkan landasan dari keaktifan sang panglima bagi masyarakat luas. Sebab bagi dia, prajurit TNI AL tidak terbatas hanya dalam lingkup barak militer saja.
Panjang jalan yang dijengkal Hargianto hingga ia dipercaya untuk memegang tanggung jawab atas kedaulatan maritim Sumatera Barat, Bengkulu, Nias, hingga Sibolga itu. Lahir sebagai anak kampung biasa yang hidup dari gaji sang ayah sebagai pensiunan TNI AD dan menutup karir sebagai supir oplet (angkot.Red) telah mengajarkan Hargianto menjadi sosok yang disiplin dan pantang lalai.
“Saya terlahir sebagai anak kampung biasa. Ayah saya merupakan pensiunan AD yang kemudian bekerja sebagai sopir oplet,” jelas perwira yang lahir di Jambi pada 22 Oktober 1963 ini.
“Di zaman saya sekolah dulu, saya sama dengan anak anak lain, gemar bermain. Namun orang tua sejak kecil mengarahkan saya untuk disiplin dan mengikuti norma kehidupan, menegur saya ketika lalai dalam belajar,” kenangnya.
Selama menempuh pendidikan di bangku sekolah, Hargianto adalah anak yang tekun, pantang baginya untuk bolos sekadar mengikuti gejolak masa muda. Banyak hal ia selami demi memupuk diri dengan segudang pengalaman.
“Zaman saya dulu tidak ada internet, jadi saya belajar dari apa yang kita lihat, dengar, dan baca. Makanya bagi saya tidak ada istilah bolos sekolah,” ujar Hargianto.
“Saya juga memanfaatkan masa sekolah untuk ikut kegiatan-kegiatan yang menambah pengalaman, seperti pramuka, olahraga, kegiatan sosial masyarakat, serta kegiatan mengaji di masjid setiap habis maghrib,” lanjutnya.
Menyelesaikan sekolah di tingkat atas (SMA) pada 1983, Hargianto memilih melanjutkan pendidikannya ke Akademi Angkatan Bersenjata Republik Indonesia (AKABRI). Berbekal pengalaman yang ia pupuk selama sekolah, ketekunan Hargianto berhasil membawa dirinya ke jenjang pendidikan akademi militer yang diidamkan banyak pemuda tersebut.
“Saya sempat tidak menyangka, mengingat bagaimana saya dulu menjalani masa sekolah di tengah keterbatasan, dengan ekonomi orang tua pas-pasan, namun alhmdulillah saya bisa melewati itu semua dan sampai pada impian saya,” Hargianto menjelaskan perasaannya kala itu setelah dinyatakan lulus sebagai taruna AKABRI.
“Di zaman itu, AKABRI adalah suatu tempat pendidikan yang diidamkan oleh banyak pemuda. Lulusan sana ada yang jadi Bupati, Gubernur, Panglima, Menteri, bahkan Presiden,” imbuh Hargianto.
“Saya bersyukur dan bangga. Ketika itu hanya AKABRI yang lulusannya dilantik oleh Presiden di istana negara. Saya juga merasakan suatu kehormatan bisa mengabdi pada negara dan bangsa,” jelasnya.
Penanaman nilai korsa dalam jiwa seorang Hargianto bentukan orang tuanya berhasil mengantarkan dirinya melalui kerasnya pendidikan sekolah militer dengan strata tertinggi di nusantara. Tepat pada tahun 1987, Hargianto muda resmi menjadi seorang perwira TNI AL berpangkat Letnan Dua (Letda).
Jalan Panjang Hargianto
Meninggalkan akademi, Hargianto memulai karirnya dengan berdinas di Kota Pahlawan, Surabaya. Disana ia berdinas hingga lambang pangkat di bahunya berganti jadi tiga balok (Kapten.Red).
“Saya sempat di Surabaya, di pangkalan terbesar angkatan laut. Saya mendapatkan pangkat Kapten pada 1993. Sebelumnya saya berpangkat Letnan Satu selama tiga tahun,” jelas Hargianto.
Usai dari Surabaya, ia kemudian melanjutkan perjalanannya sebagai Kapten TNI AL ke Cirebon hingga berpangkat Mayor. Namun tanpa disadari, Kota Cirebon, ternyata adalah daratan terakhir baginya berdinas sebagai perwira TNI.
“Setelah naik pangkat, saya ditunjuk untuk jadi Komandan KRI (Kapal Perang Republik Indonesia) Barakuda,” jelas Hargianto. Dalam tugasnya tersebut ia semakin merasakan tantangan dan risiko besar sebagai perwira militer.
Pengalamannya di lapangan membuat keperwiraan Hargianto semakin matang, setelah proses panjang Hargianto akhirnya meraih pangkat Laksamana Pertama TNI pada 2019. Tak berselang lama, tanggung jawab baru menanti Hargianto, kali ini di kampung halamannya sendiri-Sumatera Barat. Tepat pada 10 Desember 2020 ia dilantik sebagai Komandan Lantamal II Padang, salah satu pusat Komando Armada Barat TNI AL di Indonesia.
Selama menjadi Komandan Lantamal II Padang, Hargianto melakukan banyak terobosan di bidang sosial masyarakat. “Angkatan Laut memiliki tanggung jawab untuk bersinergi dengan pemerintah daerah dalam membangun negeri, karena tugas militer bukan hanya terkait perang. Ada banyak jalan untuk melaksanakan bela negara,” Hargianto menjelaskan sikapnya.
Kata-kata Hargianto itu dibuktikan dengan sederet catatan positif yang dilaksanakan oleh Lantamal II Padang semenjak ia jadi komandan pangkalan militer tersebut.
Catatan-catatan positif tersebut antara lain kerja sama Lantamal II Padang dengan BPBD Kota Pariaman untuk melaksanakan penanaman mangrove di kawasan Desa Apar Kota Pariaman pada 8 April 2021, sebagai bagian dari rangkaian acara Penanggulangan Bencana Alam 2021.
Kemudian, pada 17 Juni 2021, Lantamal II Padang membina kawasan Sungai Pisang di Kecamatan Teluk Kabung sebagai Kampung Bahari Nusantara, dengan menggandeng Dewan Kerajinan Nasional (Dekranas) dan Pemrov Sumbar dengan tujuan meningkatkan keterampilan warga.
“Adalah tanggung jawab Lantamal II untuk memajukan daerah binaannya, melakukan langkah-langkah terobosan agar terjadi peluang ekonomi baru di daerah tersebut, kemudian diharapkan kesejahteraan masyarakat meningkat,” jelas Hargianto.
Berkaitan dengan penetapan kawasan Sungai Pisang sebagai Kampung Bahari Nusantara, warga dibina berbagai keterampilan yang menunjang kegiatan wirausaha. “Kita melatih masyarakat dengan berbagai keterampilan, antara lain selam dan budidaya kerapu,” jelas Hargianto.
Ia menambahkan, “dengan keterampilan menyelam, masyarakat bisa membentuk diving club sebagai suatu wadah berolahraga dan menunjang kegiatan bela negara. Selain itu, mereka kemudian bisa membuka usaha jasa sewa alat selam, seperti di Mandeh yang sudah jadi kawasan wisata bahari.
“Sedangkan budidaya ikan kerapu membuat masyarakat dapat memanfaatkan kembali hasil alam mereka dengan efektif. Di kawasan Kampung Bagari Nusantara kita juga mengembangkan koperasi angkatan laut, bekerja sama dengan masyarakat dan BUMN,” imbuh Hargianto.
Penetapan Kampung Bahari Nusantara juga menambah perhatian terhadap keberlangsungan lingkungan hidup. Sebagai upaya untuk menghijaukan wilayah pesisir, Lantamal II telah ikut sukseskan penanaman 2295 jenis pohon, mencakup sirsak, jambu, cemara laut, dan petai.
Melihat catatan-catatan positif yang digoreskan oleh Lantamal II Padang di bawah komando Hargianto, tak heran jika Hargianto kemudian dihormati oleh orang-orang di kampung halamannya di Cingkariang, Kabupaten Agam. Terbukti, pada 10 Agustus 2021 Hargianto kemudian dipercaya sebagai penghulu di sukunya dengan gelar Datuk Bagindo Malano Nan Hitam.
“Ditunjuknya saya sebagai Datuk menjadi langkah awal saya bersama-sama dengan kaum saya dan masyarakat minangkabau untuk membangun nagari,” ujar Hargianto. Menurutnya, pengangkatannya sebagai Datuk menjadi suatu modal untuk memberi manfaat bagi masyarakat Minangkabau.
Setelah Hargianto diangkat sebagai Datuk, partisipasinya sebagai panglima militer yang melek dengan kondisi sosial di Ranah Minang semakin terlihat. Demi mendukung pariwisata Sumbar, Hargianto menginisiasi Festival Memasak Rendang Sedunia diadakan di Markas Komand Pangkalan Utama Angkatan Laut (Lantamal) II Padang pada 21 Agustus 2021.
Festival tersebut dibuka oleh Ibu Negara Iriana Joko Widodo secara virtual dari Istana Kepresidenan, diikuti oleh peserta dari beberapa negara di lima benua dan disaksikan oleh lebih dari 3500 penonton secara virtual. “Program ini bagian dari upaya untuk menjadikan rendang sebagai warisan tak benda UNESCO,” jelas Hargianto terkait dengan kegiatan yang meraih rekor MURI tersebut.
Ketika pemerintah tengah gencar mengupayakan kesehatan warga negara, Lantamal II Padang juga berperan aktif dalam kegiatan vaksinasi dengan menurunkan tenaga kesehatan dari jajaran Angkatan Laut.
Ketika beberapa waktu belakangan musim penghujan sempat menimbulkan bencana alam, Lantamal II Padang kembali menunjukkan partisipasi bela negara dengan membantu evakuasi wargaketika terjadi banjir, bekerja sama dengan BPBD Padang, Basarnas, dan PMI.
Seperti belum puas, Hargianto ingin posisinya sebagai Komandan Lantamal II Padang terus membawa manfaat bagi masyarakat sekitar. “Harapan saya Lantamal II Padang yang berdiri tahun 2006 ini bisa bermanfaat semaksimal mungkin bagi masyarakat,” imbuhnya.
Menurutnya, manfaat tersebut antara lain berkaitan dengan kesehatan masyarakat, oleh karena itu pembangunan rumah sakit di bawah pengelolaan Lantamal II Padang adalah hal yang diperlukan. “Kita berencana untuk kembangkan rumah sakit berlantai 3 di Jalan Sutan Syahrir. Saat ini kita belum ada rumah sakit, hanya ada balai kesehatan,” jelas Hargianto.
Lebih lanjut Hargianto menyampaikan bahwa Lantamal II Padang memerlukan lahan untuk membangun fasilitas-fasilitas yang bermanfaat bagi masyarakat, mulai dari gedung olahraga, gedung pertemuan, serta shelter untuk evakuasi tsunami.
“Shelter untuk evakuasi tsunami merupakan sarana yang sangat penting di wilayah kita ini, sebab ancaman paling nyata di wilayah Lantamal II Padang bukanlah serangan dari pihak yang ingin mengganggu kedaulatan wilayah, melainkan potensi bencana alam seperti gempa bumi dan tsunami,” jelas Hargianto menutup kisahnya dengan selembar senyum. Senyum bangga sebagai putra Minangkabau, senyum bermakna kekuatan sebagai penjaga laut pantai Barat Pulau Sumatera.(*)
sumber: harianhaluan